Maju atau Mundur ?

Kecenderungan Manusia

Setiap manusia pasti memiliki hal yang disukai dan tidak disukai, jika hal tersebut adalah hal yang disukai tentu akan membuat manusia tersebut mengerjakan setiap detailnya dengan rinci dan penuh semangat serta bertanggung jawab. Namun akan berlaku sebaliknya jika hal tersebut adalah hal yang tidak disukai, tentu rasa malas menghadapinya akan mencuat dan terus menghantuinya. 

Ada sebuah hal yang seharusnya diketahui oleh manusia pada umumnya yaitu: “Kenyataan tidak akan selalu sesuai dengan bayangan” artinya tidak semua hal yang dibayangkan akan indah kemudian kenyataannya juga akan indah. Hal ini juga berlaku sebaliknya, tidak semua hal yang dibayangkan menakutkan dan kenyataannya adalah menakutkan. 

Manusia sering terjebak terhadap prasangkanya sendiri atau mudahnya mengatakan manusia sering terjebak oleh jalan pikirannya sendiri. Padahal kenyataan adalah mutlak milik Allah Swt atas segala kuasanya.

Mengapa manusia terjebak oleh pikirannya sendiri ?

Manusia adalah makhluk Allah yang sangat sempurna dibandingkan Makhluk Allah yang lain (Baca QS. At-Tin ayat 4), oleh sebab itu Allah memilih manusia sebagai khalifah (Pemimpin) di bumi (Baca Q.S. al-Baqarah ayat 30), hal ini bukan tanpa alasan karena pada dasarnya manusia memiliki dua potensi besar dalam perjalanan kehidupannya yaitu lebih mulia daripada malaikat atau lebih hina dibandingkan iblis

Sejatinya tonggak dasar pemilihan manusia sebagai khalifah di bumi tentu mengarah pada potensi nilai kebaikan manusia yaitu menjadi makhluk Allah yang lebih baik dibandingkan malaikat. Secara naluriah manusia dibekali hati yang senantiasa mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh manusia.

Hati akan senantiasa berpihak pada nilai-nilai kebenaran sekalipun yang dilakukan manusia adalah hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran itu sendiri. Hati adalah kontrol terbaik bagi manusia meskipun suara hati sering tidak dihiraukan manusia karena telah terpedaya oleh hawa nafsunya. 

Selain itu manusia juga memiliki akal yang bertugas membantu manusia dalam mengatasi segala problematika kehidupan, sejatinya akal ibarat sebuah pusaka, senjata atau alat yang memiliki dua kemungkinan fungsi baik dan buruk. Akal yang baik tentu sangat membantu manusia untuk menebar nilai-nilai kebaikan dalam segala hal yang dilakukan oleh manusia. 

Sedangkan akal yang buruk tentu akan mengarahkan manusia untuk melakukan hal-hal yang amoral dan tidak sesuai dengan nilai-nilai norma yang berlaku dalam masyarakat. Kecenderungan akal pada nilai kebaikan dan keburukan dipengaruhi oleh kemampuan manusia dalam mendengarkan kata hatinya sendiri serta kemampuan manusia dalam mengorganisasikan hawa nafsunya sendiri.

Permasalahannya adalah ketika manusia tidak memahami peranan hati, akal dan nafsunya sendiri, sehingga seringkali kita menjumpai kebingungan atas apa yang sudah kita lakukan atau kita harus melakukan apa. Pada prinsipnya ketika seseorang akan melakukan sesuatu nafsunya akan muncul kemudian jalan pikirannya akan mengenerat langkah-langkah atau gambaran tindakannya dan hatinya akan mengontrol apa yang akan dilakukanya dan hal yang mempengaruhinya adalah ilmu dan lingkungannya. 

Dengan adanya akal untuk berfikir seharusnya manusia mampu memilih hal-hal yang nilainya adalah kebaikan namun justru banyak sekali manusia yang terjebak oleh jalan pikirannya sendiri, hal ini disebabkan karena manusia merasa dirinya hidup atas dirinya sendiri atau dalam bahasa yang mudah dipahami adalah manusia kehilangan Tuhan dalam kehidupannya.

Banyak contoh kasus manusia yang sibuk dan takut dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupannya padahal sejatinya mereka terlalu memikirkan masalah dan dampaknya. Namun mereka tidak berfikir atas jalan keluarnya dan manusia melupakan hal yang sangat penting dalam jalan pikirannya yaitu “Setiap masalah pasti ada solusinya” dan “Tuhan tidak akan menguji diluar batas kemampuan hambanya”.

Ketika hal penting ini dilupakan oleh manusia tentu saja kehidupan manusia tidak akan tenang dan manusia akan terhantui oleh jalan pikirannya sendiri. Sehingga tindakan manusia dalam menyikapi sebuah permasalahan tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran yang semestinya.

Bagaimana manusia mengatasi masalah dengan baik ?

Cara terbaik untuk menyelesaikan masalah adalah dengan menghadapinya dan bukan dengan menghindarinya. Masalah hanya akan selesai ketika kita menghadapinya dengan segala resiko dan segala konsekuensinya. Langkah bijak dalam menghadapi segala permasalahan dalam kehidupan ialah dengarkan kata hati, gunakan pikiran positif dan kendalikan nafsu keberanianmu.

“Majulah Ketika Engkau dibutuhkan dan Mundurlah ketika itu menjadi Hakikat Kemenangan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *