Makna Lebaran Bagi Orang Desa

Makna Lebaran Bagi Orang Desa

Berdasarkan Sidang Isbat Kementrian Agama Republik Indonesia Hari raya ‘Idul Fitri pada tahun 2021 akan jatuh pada hari Kamis 13 Mei 2021. Keputusan ini tentu disambut baik oleh semua kaum muslimin yang ada di Indonesia tidak terkecuali saya sendiri. Momen ‘Idul Fitri merupakan momen yang paling berharga bagi setiap muslim dalam bahasa yang sederhana Hari Raya Idul Fitri adalah Hari Bahagia.

Hal inilah yang menyebabkan diharamkannya puasa pada tanggal 1 syawal. Islam mengajarkan pada hari tersebut semua umat muslim harus berbahagia karena sejatinya pada tanggal tersebut adalah tanggal kemenangan seorang muslim dalam melakukan kewajiban puasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan.

Bukti kepedulian islam yang mendalam terhadap kondisi sosial masyarakat dapat dilihat bahwa sebelum melaksanakan hari bahagia tersebut setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah yang diberikan kepada delapan asnaf. 

Tujuan utamanya tidak lain dan tidak bukan ialah bagi muslim yang mengeluaran zakat fitrah tentu saja mendidik kedermawanan untuk berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan (dalam kacamata islam) yang nilai manfaatnya sebagai media pembersihan diri dari berbagai kesalahan dan dosa. 

Selain itu zakat fitrah juga akan mendorong kebahagiaan orang-orang yang membutuhkan untuk dapat berbahagia dengan indikator dapat menikmati makanan yang nikmat pada tanggal 1 syawal tersebut meskipun makanan tersebut didapatkan dari pemberian zakat fitrah. 

Dengan demikian islam bukan hanya melarang umat muslim untuk berpuasa atau bersusah-payah pada tanggal 1 syawal tersebut namun Islam juga memberikan solusi yang nyata agar semua orang bisa berbahagia meskipun dengan indikator yang sangat sederhana tersebut.

Makna ‘Idul Fitri dari tahun ke tahun terasa bergeser sedikit demi sedikit, hal ini sangat nyata teramati pada lingkungan saya yang tinggal di desa. Orang desa menyebut idul fitri dengan bahasa yang umum yaitu lebaran atau Riyoyo. Ada tradisi yang sering dilakukan oleh orang-orang desa pada saat momen ‘Idul Fitri diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Sungkem (Bahasa Jawa)

Sungkem orang tua dalam bahasa sederhananya ialah meminta maaf kepada orang tua; tradisi ini Alhamdulillah masih berjalan sampai sekarang dan semoga tetap berlanjut mengingat tradisi ini adalah tradisi yang positif dalam rangka memuliakan orang tua yang memiliki jasa tak ternilai pada anak-anaknya. Pada peristiwa ini tak jarang kedua belah pihak saling terharu yang diwujudkan dalam ekspresi tangisan sebagai ungkapan penyesalan, maaf dan kasih sayang. 

Meskipun sejatinya meminta dan memberi maaf kepada orang tua dapat dilakukan kapanpun dan tidak perlu menunggu lebaran namun tradisi ini perlu diturunkan turun temurun demi meningkatkan derajat orang tua di mata anak-anaknya sekaligus tarbiyah akhlak kepada setiap insan untuk tetap menghormati dan menghargai orang tuanya meskipun saat ini memiliki kedudukan atau pangkat yang jauh lebih tinggi dari orang tuanya.

2. Nglencer (Bahasa Jawa)

Nglencer atau Silaturahmi merupakan salah satu tradisi yang sering muncul ketika moment lebaran tiba. Bagi orang desa nglencer merupakan salah satu kesempatan untuk mengunjungi rumah tetangga dari ujung A sampai ujung Z maka tak heran bagi orang desa jika mereka mengenal semua nama tetangganya, padahal ini berbanding terbalik dengan orang-orang kota yang tak jarang dengan tetangganya sendiri tidak mengenal. 

Selain ke tempat tetangga biasanya pada momen lebaran juga dimanfaatkan untuk nglencer ke tempat sanak saudara yang dekat maupun jauh sebagai bentuk ikatan cinta kepada sanak saudara bahkan tak jarang dari masyarakat yang menyelenggarakan Reuni Keluarga untuk mempererat tali persaudaraan mereka. 

Tradisi ini tentu perlu diwariskan secara turun temurun mengingat nilai positifnya jauh lebih banyak ketimbang nilai negatifnya meskipun pada hakikatnya bersilaturahmi tidak perlu menunggu pas lebaran tiba.

3. Sangu Me-nyangu (Bahasa Jawa)

Momen lebaran adalah momen yang sangat dinantikan oleh anak-anak; terutama anak-anak desa; sebab pada moment ini biasanya terjadi tradisi “nyangoni” atau memberikan angpao kepada anak-anak kecil sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas limpahan rezeki yang diberikan juga sebagai pendorong rasa bahagia kepada anak-anak. 

Tradisi ini sejatinya mengajarkan sikap kedermawanan, kasih sayang dan menebar kebahagiaan yang tentu saja perlu dilestarikan sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing dan sangat tidak dianjurkan untuk memaksakan diri. Tradisi memberi atau bersedekah kepada sesama tentu hal yang perlu kita perkuat meskipun tidak pada momen hari raya semata.

Berdasarkan ketiga tradisi moment lebaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna lebaran bagi orang-orang desa sejatinya adalah aplikasi ibadah tahunan yang diejawantahkan dari kolaborasi antara hablumminannas dan hablumminallah. Pada momen lebaran tersebutlah umat muslim diajarkan untuk tetap konsisten pada nilai-nilai kebaikan sebagai bentuk hasil karya ibadah pada saat bulan ramadhan. 

Namun sayangnya nilai-nilai tradisi di atas sedikit demi sedikit sudah mulai bergeser hal ini dibuktikan dengan lebih asyiknya orang-orang desa berwisata di pantai atau sejenisnya padahal tempat tetangganya belum dikunjungi selain itu saat ini anak-anak kecil cenderung lebih suka Gadgetnya ketimbang nglencer. Padahal kearifan lokal seperti inilah yang sejatinya akan menjadi pionir nilai-nilai kebaikan yang terprogram secara alami.

Minal ‘Aidin Wal Faizin; Mohon Maaf Lahir dan Batin

Nur Kholis & Keluarga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *