Menghakimi Tanpa Mengerti
Hidup adalah anugerah dari yang maha kuasa atas segala kuasa dan takdir yang diberikan kepada setiap manusia. Perjalanan kehidupan manusia atas segala takdir yang melekat pada dirinya tak jarang berjalan berkelok, berliku bahkan juga menghadapi jalan rusak, menurun, menanjak, terjal dan juga bergelombang.
Pada hakikatnya tidak ada yang tahu persis perjalanan takdir kehidupan seseorang dan hanya Allah Azza Wa Jalla saja yang mengetahui setiap detailnya. Hubungan sosial manusia dengan manusia lainnya tak jarang mengakibatkan sebuah konflik, hal ini tentu berimbas pada klaim kebenaran yang sifatnya sangat tendensius.
Maka tidak mengherankan jika ada manusia yang bermuka banyak hanya demi nama baik untuk dirinya sendiri. Orang yang bermuka banyak dalam konteks ajaran islam disamakan dengan sebutan munafik. Atau orang yang memiliki tiga ciri-ciri khusus yaitu bila berkata ia berdusta, bila berjanji ia mengingkari dan bila diberi amanat ia berkhianat.
Jika kita menoleh disekeliling kita tentu tipe orang yang demikian pasti ada atau mungkin malah banyak. Ironisnya orang-orang yang demikian tidak merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan. Hal ini bisa disebabkan karena yang bersangkutan tidak memahami bahwa hal tersebut berdosa atau justru menyengaja pura-pura tidak tahu hal tersebut dosa sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang buruk dan berimbas pada matinya hati untuk menyatakan bahwa hal tersebut berdosa.
Perjalanan kehidupan manusia yang penuh misteri tentu berakibat adanya perubahan sikap dalam waktu tertentu. Contoh misalkan dalam kehidupan seseorang yang memiliki masalah berat tentu emosi dan konsentrasinya menjadi tidak stabil sehingga mengakibatkan sikap orang tersebut terhadap orang disekelilingnya bisa saja berbeda dari sebelumnya.
Adanya masalah tersebut terkadang menyebabkan orang tersebut menjadi pendiam atau mungkin sebaliknya sangat mudah marah. Adanya perubahan sikap ini tentu menjadi mangsa bagi orang-orang yang bermuka banyak untuk menghakimi orang tersebut. Hal yang terkadang tidak terasa ialah dengan meng-ghibahnya dengan orang lain dengan mengatakan orang tersebut begini dan begini.
Belum lagi jika ini diceritakan kepada orang yang tidak bisa dipercaya tentu akan menjadi gosip hangat di seluruh dunia. Padahal adanya perubahan sikap tersebut adalah hal yang manusiawi asalkan tidak berlebihan.
Berdasarkan uraian di atas maka ada dua langkah ciamik untuk mengatasi hal tersebut di atas. Pertama Jadilah orang yang tidak menganggap penting omongan orang lain sebab kita perlu ingat bahwa Lukman Hakim mengajarkan kepada putranya tentang penilaian manusia yang ternyata tidak dapat di pegang kebenarannya justru hanya menghasilkan kebenaran yang bersifat nisbi semata. Artinya langkah pertama ini difungsikan ketika anda menjadi korban gossip, haters, atau korban omongan tetangga.
Kedua Jadilah muslim yang baik dengan memposisikan dirimu sebagai tempat sampah. Artinya langkah kedua ini diperuntukan bagi anda yang merasa bahwa teman anda sekarang berbeda atau bersikap tidak seperti biasanya atau tidak mengenakkan anda. Tempat sampah adalah tempat terakhir yang tidak akan dibuang ke tempat lain, tempat sampah juga merupakan tempat barang-barang kotor dan mungkin juga tidak berguna.
Artinya ketika anda mendengarkan atau melihat saudara atau teman anda melakukan sesuatu keburukan maka jadikan cukup anda saja yang mengetahuinya dan jangan anda ceritakan kepada siapapun. Dengan demikian anda akan melakukan dua kebenaran pertama anda menjaga aib saudara anda atau teman anda dan kedua anda tidak menyebarkan sesuatu yang belum pasti benar nilai kebenarannya.
Benang merahnya ialah kita bukan hakim yang layak menghakimi orang lain sebab apa yang dilihat oleh mata nilai kebenarannya adalah fatamorgana dan apa yang diketahui manusia hanya berdasarkan pandangan panca indra dan keilmuan manusia yang lemah, maka cukuplah Allah menjadi hakim terbaik bagi setiap insan kamil yaitu manusia.
Lampung, 16 Februari 2022