Urgensi Etika Ber-Media Sosial

Urgensi Etika Bermedia Sosial

Keberadaan ilmu pengetahuan nampaknya memberikan dampak yang besar pada sikap dan gaya hidup manusia dari tahun ke tahun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Hadirnya ilmu pengetahuan sebagai mercusuar peradaban telah dibuktikan dengan hadirnya berbagai macam teknologi canggih yang ada di era modern saat ini. 

Kemunculan teknologi bukan hanya mempermudah manusia dalam menyelesaikan tugasnya dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi juga bernilai praktis, efektif dan efisien dalam berbagai sudut pandangnya. Hadirnya internet dan berbagai macam alat komunikasi seperti HP dan Smartphone merupakan contoh kecil dari kemajuan teknologi yang semakin meraksasa. 

Dampak positif dari penggunaan teknologi tersebut menggiringnya sebagai magnet besar dalam analisis kebutuhan manusia, sehingga memposisikan dirinya sebagai kebutuhan primer bagi manusia, terlebih lagi dengan inovasi smartphone yang mengintegrasikan berbagai teknologi canggih di dalamnya dengan berbagai fitur aplikasi media sosial seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, Line, BBM dan lain-lain yang semakin membius manusia dalam kenikmatan berkomunikasi.

Keberadaan media sosial untuk berkomunikasi memang mampu menghilangkan jarak, ruang dan waktu pada penggunanya. Pada era modern saat ini media sosial nampaknya telah menjadi idola baru bagi semua kalangan strata sosial manusia. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir semua orang menggunakan media sosial untuk berkomunikasi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan pekerjaan dan lain-lain.

Meskipun media sosial memberikan banyak manfaat kepada para penggunaannya hal ini nampaknya tidak selalu berbanding lurus dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Media sosial yang seyogyanya digunakan untuk berkomunikasi dengan baik telah berubah menjadi arena untuk saling menghujat, menghina, merendahkan, memfitnah bahkan sampai pada arah provokasi atau bahkan untuk membuka aib sendiri. 

Kebebasan dalam bermedia sosial sebetulnya telah dibatasi oleh pemerintah melalui UU IT Nomor 19 Tahun 2016 hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan masyarakat dari penyalahgunaan media sosial. Namun kenyataan yang terjadi saat ini justru banyak masyarakat yang dipidanakan hanya gara-gara status di media sosial yang berujung pada jeruji besi.

Melihat kenyataan tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi kita bahwa teknologi tak ubahnya sebuah pisau, jika kita menggunakannya dengan penuh etika maka akan memberikan dampak yang positif dan hal ini juga berlaku untuk sebaliknya. Disinilah yang banyak tidak dimengerti oleh sebagian besar pengguna media sosial yang mayoritas menggunakan media sosial hanya karena tuntutan gengsi dan alih-alih menjadi manusia yang dianggap modern.

Penggunaan media sosial yang tak beretika tak ubahnya menikam diri sendiri dengan pisau yang dibawa sendiri bahkan ironisnya pisau itu miliknya sendiri. Berangkat dari hal tersebut tentu saja dibutuhkan sebuah filter yang kuat untuk mengontrol tindakan seseorang ketika ia menggunakan media sosial, dan hal tersebut dapat dilakukan ketika pengguna media sosial mendahulukan etikanya ketimbang memuaskan keinginannya dalam menggunakan media sosial yang notabennya sebagai wadah “Bebas Berekspresi”.

Adanya etika dalam bermedia sosial akan membimbing seseorang untuk mempertimbangkannya secara matang terlebih dahulu mengenai apa yang akan dishare pada khalayak ramai. Apakah sudah sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat atau bahkan sebaliknya. 

Etika merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki setiap manusia untuk bersosialisasi dengan siapapun, tanpa sebuah etika manusia tak ubahnya sebuah mobil dengan rem blong yang siap menghancurkan apapun yang akan dilewatinya. Maka sangat tidak mengherankan jika Rasulullah SAW diutus ke dunia ini hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia (HR.Ahmad).

Menggemanya penggunaan media sosial harus diimbangi dengan edukasi yang matang dari semua pihak agar teknologi yang muncul tidak menjadi salah arti. Hal ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan berikut:

Pertama, luruskan niat dalam menggunakan media sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika niat awal penggunaan sesuatu sudah menjurus pada hal yang tidak baik, maka sebagus apapun sesuatu itu tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik. 

Pada lingkungan keluarga, orang tua memiliki tanggung jawab memberikan bimbingan kepada anggota keluarganya mengenai hal tersebut. Jangan sampai anak-anaknya jauh lebih dekat dengan gadget dan media sosialnya, ketimbang dengan orang tuanya sendiri. 

Begitu juga dengan para guru di sekolah seyogyanya memberikan arahan dan teladan pada peserta didiknya agar kemajuan teknologi yang berkembang saat ini mampu dioptimalkan untuk membantu pembangunan bangsa ini dan bukan malah sebaliknya. 

Sedangkan dalam lingkungan sosial para tokoh masyarakat, tokoh adat maupun tokoh agama juga harus memberikan pencerahan mengenai niat yang benar dalam menggunakan media sosial, agar penggunaan media sosial benar-benar memberikan manfaat yang baik.

Kedua, senantiasa mengingat peraturan dalam menggunakan media sosial, Lantas peraturan siapa yang harus diingat? tentu saja semua peraturan yang ada baik peraturan dari Tuhan, Negara maupun norma-norma yang berlaku. Jika seseorang yang menggunakan media sosial mengingat peraturan yang telah ditentukan Tuhan maka mereka akan menggunakan media sosialnya dengan tidak akan melampaui apa yang dilarang oleh Tuhannya, dan ketika mereka tetap saja melanggar apa yang telah dilarang Tuhan maka sejatinya dirinya telah kehilangan Tuhan dalam jiwanya. 

Seseorang juga harus mengingat peraturan pemerintah mengenai apa yang diperbolehkan ataupun yang dilarang dalam menggunakan media sosial, agar tidak terjerumus pada penggunaan media sosial yang keliru. Bahkan seyogyanya peraturan pemerintah harus disinergikan dengan setiap aplikasi media sosial pada tampilan awal ketika media sosial tersebut dibuka. 

Sehingga para pengguna media sosial akan terus diingatkan dengan peraturan pemerintah mengenai UU IT yang berlaku, yang tentunya dapat meminimalisir penyalahgunaan media sosial yang marak terjadi seperti saat sekarang ini. Namun ironisnya banyak pengguna media sosial yang tidak tahu mengenai UU IT.

Lantas, jika mereka tidak tahu bagaimana mereka akan ingat dan jika tidak ingat bagaimana mungkin mereka akan menaati peraturan yang ada. Disisi lain pengguna media sosial juga harus tetap menggunakan nalar sadarnya kemudian membandingkannya dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar hal yang diposting ataupun dishare pada khalayak ramai tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *